Ketika Tulisanmu Dikritik, 7 Hal Ini Harusnya Nggak Bikin Kamu Down

by 12:41 AM 3 komentar
 
Ketika naskahmu diterbitkan, kisah perjuanganmu sebagai penulis belum berakhir. Masa-masa setelah terbitnya novelmu serupa season kedua dari drama perjuanganmu. Kadang-kadang, drama dari season kedua ini adalah kau mendapat kritikan-kritikan tajam dari pembaca. Kritikan, yang membuatmu kecewa dan khawatir, dan berpikir ulang, "Sebenarnya, aku bisa menulis nggak, sih?"
 
Hal ini juga membuat naskah baru yang sedang kautulis menjadi teronggok bersama folder-folder di laptopmu, karena kau takut melakukan kesalahan yang sama, seolah para pengkritik itu berdiri di belakangmu, membisikkan setiap kesalahan di setiap kalimat yang kaucipta.

I've been there.

Tetapi, sejak awal, saya selalu bilang kepada diri sendiri: kritikan sudah pasti akan datang. Namun, tujuh alasan di bawah ini "menguatkan" saya...

1. Semua penulis pernah mendapat kritikan tajam. Ya, semua!

Bahkan, J.K. Rowling, penulis Harry Potter, salah satu buku paling laris di seluruh dunia, mendapati kritikan-kritikan tajam dari pembaca. Tidak percaya? Buka laman Harry Potter di Goodreads, lalu saring ulasan-ulasan yang hanya memberi satu bintang untuk buku tersebut. Lihat, betapa kritikan mereka jauh lebih kejam (dan banyak) dibandingkan yang kau dapati sekarang.

2. Kamu bisa merampungkan sebuah novel--hal yang mustahil bagi banyak orang

Ada berapa manusia di dunia ini? Milyaran? Triliuran? Tarulah, ada milyaran manusia di dunia ini, hanya jutaan yang suka menulis, namun hanya ratusan ribu yang dapat merampungkannya. Dan, kau... adalah salah satunya. Memulai novel tak pernah mudah, apalagi menyelesaikannya hingga kata "The End". Kau berhasil melakukannya. Mereka yang mengkritik tajam belum tentu berhasil melakukan hal yang sama, bukan?

3. Lebih dari itu, naskahmu berhasil diterbitkan oleh sebuah penerbit mayor!

Dari ratusan ribu, anggaplah hanya puluhan ribu manusia yang karyanya berhasil tembus di dapur redaksi. Lagi-lagi, kau salah satunya. Mimpimu untuk melihat namamu di sebuah kaver buku, di toko buku, akhirnya tercapai. Isn't it cool? Tak semua mendapatkan kesempatan yang sama. Syukurilah hal-hal kecil.

But wait a minute. Jangan merasa terlalu bangga akan hal itu, ya. Karena...

4. Karena, mereka yang menuliskan kritik untukmu, akan membuatmu belajar

Seringkali, sebuah kritikan menjelma sebuah masukan yang bermanfaat. Saya masih ingat, dulu, saat mendapati beberapa kritikan yang ditujukan untuk novel pertama saya, Dilema. Beberapa pembaca menyebut tentang alur yang terlalu diulur-ulur menuju konflik, quote-quote yang diselipkan secara tidak alami, dan biasa saja secara tokoh dan cerita.

Dari masukan mereka, saya belajar untuk tidak lagi menulis alur yang terlalu lambat, lebih to the point pada konflik, tidak lagi "sengaja" menulis quote-quote agar terlihat indah (quote--itu, akan muncul sendirinya, dari tokohmu, tanpa kau ancang-ancang). Untuk komentar yang "biasa saja", saya membenahinya dengan terus, terus membaca.
 
Saya belajar banyak. Dan, ketika menulis novel Swiss, saya belajar lagi hal-hal baru dari beberapa ulasan. Ketika menulis I Love You; I Just Can't Tell You, saya pun masih belajar. Saat ini sedang menulis naskah keempat, saya tak berhenti belajar hal baru. Dan, itulah yang keren dari menulis: kau tidak akan berhenti belajar.

5. Namun, tak semua kritikan selalu benar

Yah, ada beberapa kritikan yang ditulis hanya untuk merendahkan karya seorang penulis, tanpa memberi solusi. Ada juga beberapa masukan yang tak bisa kau "terima". Maksudnya, tentu, kau harus menerima sebuah kritikan, tapi kau pun harus menyaringnya terlebih dahulu. Baca kritikan tersebut, lalu lihat ulang naskahmu... apakah kritikan itu sesuai? Kadang-kadang, kita tidak bisa mengaplikasikan seluruh masukan, karena, sebagai penulis, kau tahu mana yang masukan yang cocok untuk naskahmu.
 
(Tapi jangan sampai terperangkap dalam "selalu merasa benar").
 
Juga, tidak ada trik yang bisa mengatakan kritikan mana yang benar dan mana yang salah. Namun, acuan saya adalah, semakin banyak yang mengeluhkan tentang itu, maka itu yang perlu saya benahi.

6. Mau sebanyak apa pun yang mengkritik jelek, pasti ada yang suka, kan?

And, it heals everything. Bahkan Fifty Shades of Grey (no, I don't recommend you to read it) yang banyak dibenci karena, menurut mereka, itu layak tidak disukai, tetap saja ada sekelompok orang yang menyukainya.
 
Ini cuma masalah selera.

7. Karena kamu tahu alasan mengapa kamu menulis

Saat kau sudah menemukan alasan mengapa kau menulis, kritikan-kritikan itu tak akan lagi menjatuhkanmu, karena kau tahu alasan yang mendasari ini semua.
 
Namun, sekali lagi, jangan merasa diri ini yang paling benar.
 
Always listen to others' opinion. Ucap terima kasih (walau Goodreads tidak merekomendasikanmu melakukan ini--yah, minimal, ucaplah terima kasih yang tulus dari dalam hatimu), terus belajar, saring opini-opini yang masuk, barulah kau mengetahui mana yang akan diaplikasikan untuk naskah berikutnya.
 
Selamat menulis.
 
Sampai jumpa di postingan berikutnya.

Alvi Syahrin

Developer

A dream-oriented person since 1992. Telah menerbitkan dua novel: Dilema; Tiga Cerita untuk Satu Rasa dan Swiss; Little Snow in Zurich. Tak lama lagi, novel ketiganya, yang berjudul "I Love You; I Just Can't Tell You" akan terbit. Saat ini, selain merampungkan novel keempat, dia juga sedang mempersiapkan proyek-proyek untuk masa depan. Dan, satu hal yang selalu dia genggam erat dalam hidup ini: Akan ada sesuatu yang lebih baik dari sebuah kegagalan. Allah selalu tahu mana yang terbaik. Lagi pula, hidup tak melulu di dunia. Kau bisa menyapanya lewat Twitter, Instagram, dan ask.fm: AlviSyhrn.

3 comments:

  1. Suka bagian "don't recommend FSoG" itu :))

    Artikel yang ditulis dengan sangat bagus. Senang ada penulis yang berbesar hati seperti Mas Alvi :). Keep writing!

    ReplyDelete